Minggu, 11 April 2010

Kafir Quraisy Juga Mengenal Allah dan Rajin Ibadah

Kaum muslimin, semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam yang haq. Sesungguhnya salah satu penyebab utama kemunduran dan kelemahan umat Islam pada masa sekarang ini adalah karena mereka tidak memahami hakikat kejahiliyahan yang menimpa bangsa Arab di masa silam. Mereka menyangka bahwasanya kaum kafir Quraisy jahiliyah adalah orang-orang yang tidak beribadah kepada Allah sama sekali. Atau lebih parah lagi mereka mengira bahwasanya kaum kafir Quraisy adalah orang-orang yang tidak beriman tentang adanya Allah [?!] Duhai, tidakkah mereka memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dan lembaran sejarah yang tercatat rapi dalam kitab-kitab hadits ?

Kaum Kafir Quraisy Betul-Betul Mengenal Allah

Janganlah terkejut akan hal ini, cobalah simak firman Allah ta’ala,

Dalil pertama, Allah ta’ala berfirman,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus [10]: 31)

Dalil kedua, firman Allah ta’ala,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. az-Zukhruf : 87)

Dalil ketiga, firman Allah ta’ala,

لَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. al-’Ankabut: 63)

Dalil keempat, firman Allah ta’ala,

أَمْ مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. an-Naml: 62)

Perhatikanlah! Dalam ayat-ayat di atas terlihat bahwasanya orang-orang musyrik itu mengenal Allah, mereka mengakui sifat-sifat rububiyyah-Nya yaitu Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, serta penguasa alam semesta. Namun, pengakuan ini tidak mencukupi mereka untuk dikatakan muslim dan selamat. Kenapa? Karena mereka mengakui dan beriman pada sifat-sifat rububiyah Allah saja, namun mereka menyekutukan Allah dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, Allah katakan terhadap mereka,

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf : 106)

Ibnu Abbas mengatakan, “Di antara keimanan orang-orang musyrik: Jika dikatakan kepada mereka, ‘Siapa yang menciptakan langit, bumi, dan gunung?’ Mereka akan menjawab, ‘Allah’. Sedangkan mereka dalam keadaan berbuat syirik kepada-Nya.”

‘Ikrimah mengatakan,”Jika kamu menanyakan kepada orang-orang musyrik: siapa yang menciptakan langit dan bumi? Mereka akan menjawab: Allah. Demikianlah keimanan mereka kepada Allah, namun mereka menyembah selain-Nya juga.” (Lihat Al-Mukhtashor Al-Mufid, 10-11)

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa kaum musyrikin pada masa itu mengakui Allah subhanahuwata’ala adalah pencipta, pemberi rezki serta pengatur urusan hamba-hamba-Nya. Mereka meyakini di tangan Allah lah terletak kekuasaan segala urusan, dan tidak ada seorangpun diantara kaum musyrikin itu yang mengingkari hal ini (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat) Dan janganlah anda terkejut apabila ternyata mereka pun termasuk ahli ibadah yang mempersembahkan berbagai bentuk ibadah kepada Allah ta’ala.

Kafir Quraisy Rajin Beribadah

Anda tidak perlu merasa heran, karena inilah realita. Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah menceritakan bahwasanya kaum musyrikin yang dihadapi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang rajin beribadah. Mereka juga menunaikan ibadah haji, bersedekah dan bahkan banyak berdzikir kepada Allah. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrik juga berhaji dan melakukan thowaf adalah dalil berikut.

Dan telah menceritakan kepadaku Abbas bin Abdul ‘Azhim Al Anbari telah menceritakan kepada kami An Nadlr bin Muhammad Al Yamami telah menceritakan kepada kami Ikrimah bin Ammar telah menceritakan kepada kami Abu Zumail dari Ibnu Abbas ia berkata; Dulu orang-orang musyrik mengatakan; “LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA (Aku memenuhi panggilanMu wahai Dzat yang tiada sekutu bagiMu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ فَيَقُولُونَ إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ

“Celakalah kalian, cukuplah ucapan itu dan jangan diteruskan.” Tapi mereka meneruskan ucapan mereka; ILLAA SYARIIKAN HUWA LAKA TAMLIKUHU WAMAA MALAKA (kecuali sekutu bagi-Mu yang memang Kau kuasai dan ia tidak menguasai).” Mereka mengatakan ini sedang mereka berthawaf di Baitullah. (HR. Muslim no. 1185)

Mengomentari pernyataan Syaikh Muhammad At Tamimi di atas, Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan bahwa kaum musyrikin Quraisy yang didakwahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kaum yang beribadah kepada Allah, akan tetapi ibadah tersebut tidak bermanfaat bagi mereka karena ibadah yang mereka lakukan itu tercampuri dengan syirik akbar. Sama saja apakah sesuatu yang diibadahi disamping Allah itu berupa patung, orang shalih, Nabi, atau bahkan malaikat. Dan sama saja apakah tujuan pelakunya adalah demi mengangkat sosok-sosok tersebut sebagai sekutu Allah atau bukan, karena hakikat perbuatan mereka adalah syirik. Demikian pula apabila niatnya hanya sekedar menjadikan sosok-sosok itu sebagai perantara ibadah dan penambah kedekatan diri kepada Allah. Maka hal itu pun dihukumi syirik (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)

Dua Pelajaran Berharga

Dari sepenggal kisah di atas maka ada dua buah pelajaran berharga yang bisa dipetik. Pertama; pengakuan seseorang bahwa hanya Allah lah pencipta, pemberi rezki dan pengatur segala urusan tidaklah cukup untuk membuat dirinya termasuk dalam golongan pemeluk agama Islam. Sehingga sekedar mengakui bahwasanya Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa dan pengatur belum bisa menjamin terjaganya darah dan hartanya. Bahkan sekedar meyakini hal itu belum bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan Allah.

Kedua; apabila peribadatan kepada Allah disusupi dengan kesyirikan maka hal itu akan menghancurkan ibadah tersebut. Oleh sebab itu ibadah tidak dianggap sah apabila tidak dilandasi dengan tauhid/ikhlas (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)

Dengan demikian sungguh keliru anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwasanya tauhid itu cukup dengan mengakui Allah sebagai satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta. Dan dengan modal anggapan yang terlanjur salah ini maka merekapun bersusah payah untuk mengajak manusia mengenali bukti-bukti alam tentang keberadaan dan keesaan wujud-Nya dan justru mengabaikan hakikat tauhid yang sebenarnya. Atau yang mengatakan bahwa selama orang itu masih mengucapkan syahadat maka tidak ada sesuatupun yang bisa membatalkan keislamannya. Atau yang membenarkan berbagai macam praktek kesyirikan dengan dalih hal itu dia lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Atau yang mengatakan bahwa para wali yang sudah meninggal itu sekedar perantara untuk bisa mendekatkan diri mereka yang penuh dosa kepada Allah yang Maha Suci. Lihatlah kebanyakan praktek kesyirikan yang merebak di tengah-tengah masyarakat Islam sekarang ini, maka niscaya alasan-alasan semacam ini -yang rapuh serapuh sarang laba-laba- yang mereka lontarkan demi melapangkan jalan mereka untuk melestarikan tradisi dan ritual-ritual syirik.

‘Kita ‘Kan Tidak Sebodoh Kafir Quraisy’

Barangkali masih ada orang yang bersikeras mengatakan,“Jangan samakan kami dengan kaum kafir Qurasiy. Sebab kami ini beragama Islam, kami cinta Islam, kami cinta Nabi, dan kami senantiasa meyakini Allah lah penguasa jagad raya ini, tidak sebagaimana mereka yang bodoh dan dungu itu!” Allahu akbar, hendaknya kita tidak terburu-buru menilai orang lain bodoh dan dungu sementara kita belum memahami keadaan mereka. Saudaraku, cermatilah firman Allah ta’ala,

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)

“Katakanlah; ‘Milik siapakah bumi beserta seluruh isinya, jika kalian mengetahui ?’ Maka niscaya mereka akan menjawab, ‘Milik Allah’. Katakanlah,’Lalu tidakkah kalian mengambil pelajaran ?’ Dan tanyakanlah; ‘Siapakah Rabb penguasa langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung ?’ Niscaya mereka menjawab,’Semuanya adalah milik Allah’ Katakanlah,’Tidakkah kalian mau bertakwa’ Dan tanyakanlah,’Siapakah Dzat yang di tangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia lah yang Maha melindungi dan tidak ada yang sanggup melindungi diri dari azab-Nya, jika kalian mengetahui ?’ Maka pastilah mereka menjawab, ‘Semuanya adalah kuasa Allah’ Katakanlah,’Lantas dari jalan manakah kalian ditipu?.’” (QS. Al-Mu’minuun: 84-89)

Nah, ayat-ayat di atas demikian gamblang menceritakan kepada kita tentang realita yang terjadi pada kaum musyrikin Quraisy dahulu. Meyakini tauhid rububiyah tanpa disertai dengan tauhid uluhiyah tidak ada artinya. Maka sungguh mengherankan apabila ternyata masih ada orang-orang yang mengaku Islam, rajin shalat, rajin puasa, rajin naik haji akan tetapi mereka justru berdoa kepada Husain, Badawi, Abdul Qadir Al-Jailani. Maka sebenarnya apa yang mereka lakukan itu sama dengan perilaku kaum musyrikin Quraisy yang berdoa kepada Laata, ‘Uzza dan Manat. Mereka pun sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka minta adalah sekedar pemberi syafaat dan perantara menuju Allah. Dan mereka juga sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka jadikan perantara itu bukanlah pencipta, penguasa jagad raya dan pemeliharanya. Sungguh persis kesyirikan hari ini dengan masa silam. Sebagian orang mungkin berkomentar, “Akan tetapi mereka ini ‘kan kaum muslimin” Syaikh Shalih Al-Fauzan menjawab,“Maka kalau dengan perilaku seperti itu mereka masih layak disebut muslim, lantas mengapa orang-orang kafir Quraisy tidak kita sebut sebagai muslim juga ?! Orang yang berpendapat semacam itu tidak memiliki pemahaman ilmu tauhid dan tidak punya ilmu sedikitpun, karena sesungguhnya dia sendiri tidak mengerti hakikat tauhid” (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)

Disalin dari www.muslim.or.id dan dipublikasikan kembali oleh www.salafiyunpad.wordpress.com


Sabtu, 10 April 2010

Mengenal Jin, Syetan, Dan Iblis (3)

I. Jin

Jin berasal dari kata Janna ( جَنَّ ) yang artinya menutup. Di dalam surat Al Tanziil dikatakan :

جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْل

artinya telah menutupi.

Dari sinilah kata jin terbentuk, dikarenakan tertutup dan tersembunyinya mereka dari pandangan mata manusia. Oleh karena ini bayi yang di kandung di dalam perut ibu di sebut janin karena tertutup dari pandangan manusia.[1]

Berkata Al Syibli : Telah berkata Ibnu Duraid : Jin berbeda dengan manusia. Bila dikatakan Jannahu al lailu wa ajannahu wa janna ‘alaihi wa ghathaahu maknanya adalah satu yaitu menutupi. Segala sesuatu yang tertutup dari anda dikatakan junna ‘anka. Dan dari sini terbentuklah kata jin. Orang-orang jahiliyah zaman dahulu menyebut para malaikat sebagai jin karena tertutupnya mereka dari pandangan mata.[2]

II. Syetan

Syetan berasal dari kata syathana ( شَطَنَ ) yang artinya jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah. Huruf nun di sana adalah huruf asli dan wazannya adalah fa’aal ( َفعَّال ). Jadi setiap yang sombong dan durhaka baik dari kalangan jin, manusia, ataupun binatang, maka itu adalah syetan.

Oleh karena itu Allah berfirman :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ

” Dan demikianlah kami jadikan bagi setiap Nabi musuh berupa syetan dari kalangan manusia dan jin….”(Al-An’am : 112)

Di dalam musnad Imam Ahmad dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu , dia berkata, telah berkata Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam :

يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَيَاطِينِ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ

” Wahai Abu Dzar; berlindunglah kepada Allah dari syetan manusia dan jin.”[3]

Juga di riwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam telah bersabda :

يَقْطَعُ الصَّلاَةَ الْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ . فقلت: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا بَالُ الْكَلْبِ اْلأَسْوَدِ مِنْ اْلأَحْمَرِ واْلأَصْفَرِ ؟ فقال: الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

” Terputus shalat oleh wanita, himar, dan anjing hitam.” Lalu aku (Abu Dzar) berkata : ” Wahai Rosulullah, apa bedanya anjing hitam dengan anjing merah atau kuning?” Maka Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam menjawab : ” Anjing hitam adalah syetan.”[4]

Zaid bin Aslam dari bapaknya meriwayatkan dengan sanad yang shahih, bahwa Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘Anhu menunggang seekor kuda, lalu si kuda ini jalan melenggak lenggok, maka Umar pun memukulnya, akan tetapi kuda itu malah bertambah menjadi-jadi, maka Umarpun turun, lalu berkata,
” Tidaklah aku menunggangi kecuali menunggangi syetan.”[5]

Semua riwayat di atas menerangkan tentang makna syetan dengan arti segala sesuatu yang durhaka dan sombong baik berupa manusia, jin, ataupun binatang.

Berkata Al Qurthubi :

Syetan berasal dari syathana yang berarti jauh dari kebaikan. Sumur yang dalam dengan arti jauh permukaan airnya dari tanah di sebut Bi’run Syathun. Al Syathnu artinya tali, di sebut demikian karena jauhnya jarak antara kedua ujungnya. Demikian pula syetan disebut demikian karena jauh dari kebenaran serta karena kesombongan dan kedurhakaannya. Dengan demikian setiap yang sombong, dan durhaka baik dari kalangan jin maupun manusia di sebut syetan.

Menurut pendapat yang kedua, syetan berasal dari kata Syaatha ( شَاطَ ) Huruf Ya di sana adalah asli sedangkan huruf nun hanya tambahan. Syaa tha artinya adalah membakar.

Berkata Al Qurthubi :

Menurut pendapat lain syetan berasal dari kata syaa tha yang artinya membakar. Tasyayathana fulanun artinya si fulan telah melakukan perbuatan syetan.[6]

Dalam membahas tentang perbedaan makna syetan ini Ibnu Katsir menyatakan, bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama, yaitu berasal dari kata Sya tha na yang berarti jauh. Hal ini ditunjukan oleh sebuah sya’ir Arab. Berkata Umayah Bin Abi Shalt ketika menerangkan tentang apa yang di berikan kepada Sulaiman ‘Alaihissalam :

أَيُّمَا شاطِنٍ عَصَاهُ عَكَاهُ ... ثُمَّ يُلْقِى فِي السِّجْن والأَغْلاَلِ

Syetan mana saja yang maksiat dan menentangnya, maka ia akan di lemparkan ke penjara dan di belenggu.

Dalam syair di atas dikatakan Sya thin ( شَاطِن ) -syathin bentuk isim fa’il dari syathana- dan bukan sya ith ( شَاءِط ) -sya ith bentuk isim fail dari sya tha-.

Berkata Sibawaih : “Orang Arab mengatakan tasyayyathana Fulan bila Fulan mengerjakan perbuatan syetan. Seandainya asal kata syetan dari kata sya tha maka pastilah mereka akan mengatakan tasyayyatha.

III. Asal jin dan Syetan.

Dalam membahas asal jin dan syetan, para ulama terbagi dalam dua madzhab :

Madzhab pertama menyatakan :

Sesungguhnya jin dan syetan itu asalnya satu. Keduanya merupakan anak-anak iblis sebagaimna manusia semuanya merupakan anak-anak Adam ‘Alaissalam. Diantara mereka ada yang mukmin namun diantara mereka ada juga yang kafir. Maka yang beriman dari kalangan manusia dan jin adalah para wali Allah, sedangkan yang kafir adalah syetan. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Hasan Al Bashri rahimahullah.

Madzhab kedua berpendapat :

Ibnu Abbas berpendapat bahwa jin adalah anak turunan jin juga. Mereka bukanlah syetan. Diantara mereka ada yang mukmin , namun ada juga yang kafir. Mereka makan, minum nikah, dan mati. Adapun syetan, mereka adalah anak-anak iblis dan tidak mati kecuali bersamaan dengan matinya iblis pada hari kiamat. Menurut pendapat Ibnu Abbas ini, asal jin berbeda dengan asal syetan.

Berkata Imam Al Qurthubi di dalam tafsirnya :

“Para Ulama ikhtilaf (berbeda pendapat) tentang asal jin. Ismail meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri bahwa jin adalah anak iblis sedangkan manusia adalah anak Adam. Diantara mereka ada yang mukmin dan adapula yang kafir. Mereka mempunyai hak yang sama dalam hal pahala dan siksa. Barangsiapa diantara mereka yang mukmin, maka dia adalah wali Allaoh. Namun barangsiapa yang kafir maka dia adalah syetan. Adh-Dhahak telah meriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa jin adalah anak-anak jin juga dan bukan syetan. Diantara mereka ada yang iman dan ada juga yang kufur. Sedangkan syetan adalah anak iblis, mereka tidaklah mati kecuali bersama iblis”.[7]

Ibnu Taimiyah berkata : ” Syetan adalah manusia dan jin yang durhaka, dan semua jin adalah anak-anak iblis”.[8]

Dalam menanggapi perbedaan pendapat ini Al-Amin Al-Haj Muhammad Ahmad menyatakan bahwa yang paling rajih - wallohu a’lam - adalah apa yang dikatakan oleh Imam Hasan Al-Bashri bahwa jin dengan syetan itu asalnya sama. Mereka adalah bangsa jin, berdasarkan firman Alloh :

وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ

“Dan para jin itu telah Kami ciptakan sebelumnya dari api yang sangat panas”. (QS : Al-Hijr : 27)

Juga ucapan iblis - semoga Alloh melaknatnya - ketika diperintah untuk sujud kepada Adam dia takabbur dan beralasan dengan mengaku bahwa dia lebih baik dari Adam dengan ucapannya :

خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

“Engkau ciptakan aku dari api sedangkan Engkau menciptakan dia dari tanah” (Al-A’raf : 12)

Dari ayat-ayat tersebut jelas bahwa asal jin dengan syetan itu sama dan mereka dibebani dengan kewajiban, mereka juga minum, makan, berketurunan dan mati, kemudian mereka akan dibangkitkan pada hari kiamat lalu di hisab, maka diantara mereka ada yang bahagia namun ada pula yang celaka.

(Bersambung).... Insya Allah...

FOOTNOTE
[1]Lihat Lisan al-Arab Juz 13/92

[2] Lihat Ahkam Al-Marjan fii Ahkam Al-Jaan, halaman 6.

[3] HR.Ahmad. Lihat juga Tafsir Ibnu Katsir Juz 1 hal.17

[4] HR.Muslim. Lihat juga Tafsir Ibnu Katsir Juz 1 hal.17

[5] Lihat Tafsir Ibnu Katsir Juz 1 hal.17.

[6] Lihat Al-Jami’li Ahkam Al-Qur’an Juz I/90

[7] Lihat Al-Jami’liahkam Al-Qur’an Juz 19/5

[8] Lihat Majmu’al-Fatawa Juz 15/7

Ust.Abu Haidar

Artikel terkait ;

1.Mengenal Jin, Syetan dan Iblis_1

2.Mengenal Jin, Syetan dan Iblis_2


Kamis, 08 April 2010

Mengenal Jin, Syetan, Dan Iblis (2)

Wajib beriman dengan adanya jin.

Keberadaan jin di terangkan oleh kitab Allah Al Quran, sunnah Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam, dan ijma’ kaum muslimin. Tidak akan ada orang yang mengingkari eksistensi mereka kecuali mereka yang sedikit ilmunya serta lemah imannya, karena hal ini termasuk masalah yang di kabarkan secara mutawatir dari para Nabi dan Rosul.

Berkata Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyah :

“Seorangpun dari kalangan kaum muslimin tidak ada yang memungkiri terhadap eksistensi jin serta dalam hal di utusnya Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam oleh Allah kepada mereka. Bahkan kalangan orang-orang kafirpun meyakini akan adanya jin. Adapun ahlul kitab dari kalangan Yahudi dan Nashara merekapun meyakini adanya jin seperti keyakinan kaum muslimin. Kalaupun ada di kalangan mereka yang mengingkari adanya jin, maka hal itu sebagaimana yang terjadi di kalangan kaum muslimin seperti Al Jahmiyah dan Mu’tazilah yang mengingkari hal itu, akan tetapi jumhur tokoh-tokoh mereka ( Yahudi dan Nashara ) meyakininya. Hal ini disebabkan karena keberadaan jin telah di kabarkan secara mutawatir dari para Nabi dan Rasul".[1]

Berkata As Syibli ketika menerangkan tentang adanya jin :

“Imam Al Haramain di dalam kitabnya As-Syamil berkata : Ketahuilah bahwa kebanyakan ahli filsafat dan mayoritas Qodariyah serta seluruh kaum zindiq mengingkari adanya syetan dan jin. Tidaklah terlalu aneh kalau yang mengingkari hal itu adalah orang yang tidak mengkaji syari’at dan tidak meyakininya. Yang aneh hanyalah pengingkaran Qodariyah yang menyimpangkan sejumlah nash Al Quran dan sunnah tentang hal itu setelah mereka mengetahuinya.”[2]

Berkata Abu Al Qosim Al Anshari di dalam Syarh Al Irsyad :

” Mayoritan Mu’tazilah telah mengingkari mereka (jin). Pengingkaran mereka tentang hal ini menujukkan sedikitnya pengkajian mereka serta lemahnya keyakinan mereka, padahal keberadaan mereka (jin) bukanlah sesuatu yang mustahil menurut akal, sebab hal ini telah di terangkan oleh nash-nash kitab Allah dan sunnah Rosul dan akal yang benar yang berpegang teguh kepada tali Allah. Telah berkata Al Baqilani, bahwa kebanyakan orang Qodariyah meyakini keberadaan mereka (jin) pada jaman dahulu akan tetapi sekarang mereka mengingkarinya… di antara mereka ada yang meyakininya dan menyangka bahwa mereka tidak terlihat.”[3]

Dengan demikian jelaslah bahwa orang-orang yang mengingkari adanya jin dan syetan termasuk kalangan ahlu al bid’ah serta telah menyimpang dari i’tikad ahlu al sunnah wa al jamaah.

(Bersambung)............

FOOTNOTE
[1] Lihat Majmu, Al-Fatawa juz 19/10

[2] Lihat Ahkam Al-Marjan fii Ahkam Al-Jaan

[3] Lihat kitab tersebut halaman 3 dan 4

Ust.Abu Haidar

Artikel terkait ;

1.Mengenal Jin, Syetan dan Iblis_1

2.Mengenal Jin, Syetan dan Iblis_3


Kucing Berdiri dengan dua Kaki dan bertepuk tangan??

Keluarga kucing terkenal dengan keseimbangan tingkat tinggi. Mereka juga disebut-sebut punya sembilan nyawa. Tapi, cukup jarang kucing yang bisa berdiri di atas dua kaki.

Kecuali kucing yang satu ini!


Dan kucing yang sedang tepuk tangan



Lucu..

Selasa, 06 April 2010

Mengenal Jin, Syetan, Dan Iblis (1)

Di antara sifat yang dimiliki orang-orang yang beriman adalah beriman kepada yang ghaib, sebagaimana yang Allah firmankan di dalam Al Quran :

الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(3)
“Alif Laam Miim. Inilah kitab (Al Quran) yang tidak ada keraguan di dalamnya, merupakan petunjuk bagi orang-orang yang taqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, dan mendirikan shalat serta menginfakan sebagian yang kami rizkikan kepada mereka.” ( QS. Al Baqarah 1-3 ).

Bahkan Rosululloh Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam telah menerangkan bahwa beriman kepada yang ghaib merupakan jenis keimanan yang paling utama, sebagaimana yang di riwayatkan oleh sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu :

مَا آمَنَ أَحَدٌ قَطٌ إِيْمَانًا أَفْضَلُ مِنْ إِيْمَانِ بِغِيْبٍ

” Tidak ada keimanan seorang mukmin yang semisal dengan keimanan kepada yang ghaib,”[1]

Demikian pula halnya dengan penyebab di gelarinya Abu Bakar dengan gelar As Shiddiq ( yang membenarkan ) adalah karena beliau selalu membenarkan setiap berita ghaib yang di sampaikan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam kepadanya. Ketika suatu saat orang-orang kafir Quraisy berkata kepadanya pada malam isra dan mi’raj, mereka memungkiri berita tersebut yang di sampaikan oleh Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam, lalu mereka mendatangi Abu Bakar dengan harapan dia pun akan memungkirinya, akan tetapi jawaban Abu Bakar di luar dugaan mereka dengan mengatakan : “kalau dia ( Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam ) telah mengatakan hal itu maka benarlah dia.”

Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kaum muslimin untuk beriman, membenarkan, serta taslim ( berserah ) secara mutlak kepada semua yang di kabarkan oleh Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam tentang masalah-masalah yang ghaib atau yang lainnya, baik yang di terangkan hikmahnya kepada kita ataupun yang tidak. Dan hendaklah setiap muslim berhati-hati agar tidak menjadikan akalnya sebagai hakim terhadap firman Allah dan sabda Rasul-Nya.

Di antara masalah-masalah ghaib yang banyak diingkari oleh sebagian manusia adalah masalah jin dan syetan serta pengaruh keduanya. Dalam hal ini mereka terbagi ke dalam tiga kelompok [2] :

Pertama :

Kelompok yang melemparkan semua kejahatan dan kejelekan yang menimpa mereka kepada jin dan syetan. Dari sini lahirlah rasa takut mereka kepada keduanya melebihi rasa takut mereka kepada Allah sehingga melahirkan sikap yang bisa menjerumuskan mereka kepada perbuatan-perbuatan syirik atau mengakibatkan terhalangnya mereka dari perbuatan-perbuatan yang di syariatkan. Semua ini terjadi disebabkan karena kebodohan dan sedikitnya ilmu mereka serta lemahnya iman dan sikap tawakal mereka.

Kedua :

Kelompok yang menolak pengaruh syetan dan jin baik secara keseluruhan maupun sebagian, sejalan dengan keyakinan fasid ( rusak ) mereka di dalam menolak semua yang tidak terasa dan tidak tertangkap panca indera.

Ketiga :

Kelompok pertengahan. Mereka adalah ahlu sunnah wa al jamaah, yang menetapkan apa yang di tetapkan oleh syariat sekalipun tidak terjangkau oleh akal mereka dan tidak terasa oleh indera mereka, dan meyakini semua itu sebagai bagian dari keimanan kepada yang ghaib. Maka ahlu sunnah wa al jamaah beriman kepada adanya jin dan syetan, namun keduanya tidak bisa berbuat apapun kepada manusia kecuali dengan kehendak Allah dan kekuasan-Nya. Allah berfirman :

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

” Katakanlah, tidak akan menimpa kami kecuali apa-apa yang telah di tuliskan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami. Dan kepada Allahlah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.” ( QS. At Taubah : 51 ).

Masalah jin ini terdapat di dalam Al Quran dan sunnah serta peristiwa-peristiwa yang tidak bisa di ingkari oleh akal manusia. Allah berfirman :

قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ

” Katakanlah, telah di wahyukan kepadaku bahwa sekelompok jin telah mendengarkan……………” ( QS. Al Jin : 1 ).

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

“……… Dari kalangan jin dan manusia.” (QS. An nas : 6 )

Dan banyak lagi ayat lainnya.

Untuk menghindari sikap dan pandangan yang salah tentang jin dan syetan serta iblis, maka kita harus mengenal segala sesuatu yang berkaitan dengan mereka, baik dari segi ta’rif, sifat dan perbuatan mereka, serta bagaimana sikap kita terhadap mereka dengan berpedoman kepada kitab Allah, Sunnah Rasul-Nya serta penjelasan para ulama salaf as salih tentang hal itu.

(Bersambung)..................

FOOTNOTE
[1] HR.Al Hakim dan lainnya. Beliau mengatakan hadits ini shohih sesuai syarat Bukhori Muslim

[2] Lihat Al-Jin wa al-Syayatin wa al-Sihr wa al-’Ain wa al-Ruqo karya al-Amin al-Haj Muhammad Ahmad

Ust.Abu Haidar

Artikel terkait ;

1.Mengenal Jin, Syetan dan Iblis_2

2.Mengenal Jin, Syetan dan Iblis_3

Minggu, 04 April 2010

Khasiat Cabai Rawit

Wah dah lama nih g posting.. kali ini saya mau posting mengenai sayur-sayuran yaitu CABAI, mungkin diantara kalian pernah membacanya di Berita terdepan Yahoo...maksud saya re-posting adalah untuk mengingatkan pada diri saya apabila suatu saat saya membutuhkan artikel ini, sekalian saja saya sharing dengan kalian... saya bukan kehabisan ide untuk membuat "new Post" artikel saya masih banyak dibelakang ( dashbor.pen ) yang akan saya sharing, tapi setelah yang satu ini ya... baca deh..mengenai cabai, selamat membaca dengan perlahan-lahan agar dapat dipahami..

Cabai rawit memang pedas. Namun, pendamping tempe goreng ini memiliki banyak khasiat pengobatan. Bukan cuma rematik, radang beku atau frostbite yang sering terjadi di daerah ketinggian atau bersalju itu pun bisa diatasi.

Cabai rawit kadang ditanam orang di pekarangan sebagai tanaman sayur atau tumbuh liar di tegalan dan tanah kosong yang telantar. Tanaman budidaya ini berasal dari daerah Amerika tropis, lebih suka tumbuh di daerah kering, serta ditemukan pada ketinggian 0,5-1.250 m di atas permukaan laut.
Buahnya digunakan orang sebagai sayuran, bumbu masak, acar, dan asinan. Daun mudanya biasa dikukus untuk dijadikan lalap.

Tanaman bernama Latin Capsicum frutescens ini terdiri atas tiga varietas. Pertama, cengek leutik. Buahnya kecil, berwarna hijau, dan berdiri tegak pada tangkainya. Kedua, jenis cengek domba (cengek bodas). Buahnya lebih besar dari cengek leutik, berwarna putih, dan menjadi jingga pada saat masak. Ketiga, ceplik. Buahnya besar, berwarna hijau, dan menjadi merah pada saat tua.

Berdasarkan teori pengobatan Traditional Chinese Medicine (TCM), tanaman bernama Cina La jiao ini mempunyai rasa pedas, sifatnya panas, dan masuk dalam meridian jantung dan pankreas.

Menurut Dr Budi Sugiarto Widjaja, TCM, dari Klinik Beijing, Jakarta, cabai rawit merah berkhasiat sebagai tonik dan stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah, juga obat rematik. Gilingan cabai rawit dapat menghancurkan bekuan darah (antikoagulan) dan mengatasi gangguan rematik dan radang beku. Cabai rawit bisa meningkatkan nafsu makan (stomakik), perangsang kulit, peluruh kentut (karminatif), serta peluruh keringat (diaforetik), air liur, dan air kencing (diuretik).

Mengandung Antioksidan
Menurut Dr Setiawan Dalimartha, anggota Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) DKI Jakarta, di dalam buah cabai rawit terkandung kapsaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid atsiri, resin, minyak menguap, serta vitamin A dan C. Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat melancarkan aliran darah serta sebagai pemati rasa kulit.

Biji tanaman bernama daerah lombok jempling (Madura), cabe rawit (Jawa), leudeu jarum (Gayo), rica halus (Manado), metrek wakfoh (Papua) ini, kata Dr Setiawan, mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine, solasomine, dan steroid saponin (kapsisidin). Kandungan terakhir ini berkhasiat sebagai antibiotik.
Saat disantap, rasa pedas di lidah dapat menimbulkan rangsangan ke otak untuk mengeluarkan endorfin (opiate endogen). Hasilnya, rasa sakit hilang dan timbul perasaan lebih sehat. Pada sistem reproduksi, sifatnya yang panas dapat mengurangi rasa tegang dan sakit akibat sirkulasi darah yang buruk.

Salah satu hasil penelitian, kata Dr Setiawan, cabai rawit diketahui memiliki khasiat mengurangi terjadinya penggumpalan darah (trombosis) dan menurunkan kadar kolestrol. Satu hal lagi, banyaknya kandungan zat antioksidan (seperti vitamin C dan betakaroten), dapat digunakan untuk mengatasi ketidaksuburan (infertilitas), afrodisiak, dan memperlambat proses penuaan.

Masalahnya, tidak setiap orang boleh mengonsumsi cabai rawit secara berlebihan. Pengidap sakit tenggorokan, sakit mata, dan penderita gangguan saluran pencernaan, kata Dr Setiawan, tidak dianjurkan mengonsumsi cabai rawit.

Penelitian yang dilakukan Tyas Ekowati Prasetyoningsih dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Jawa Timur, pada 1987, menyebutkan, ekstrak buah cabai rawit mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans, yaitu jamur pada permukaan kulit. Daya hambat ekstrak cabai rawit 1 mg/ml setara dengan 6,20 mcg/ml nistatin dalam formamid.

Dr Setiawan menambahkan, cabai rawit indikasinya digunakan untuk menambah nafsu makan, menormalkan kembali kaki dan tangan yang lemas, melegakan rasa hidung tersumbat pada sinusitis, mengurangi batuk berdahak, dan meredakan migrain.

Empat Resep Ramuan La Jiao
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan khasiat cabai rawit. Bisa dengan cara merebusnya atau dibuat bubuk dan pil. Untuk pemakaian luar, cukup dengan merebusnya, lalu uapnya dipakai memanaskan bagian tubuh yang sakit.

Cara lain, kata Dr Setiawan, dengan menggiling cabai rawit hingga halus, kemudian membalurkannya di bagian yang sakit. Cara terakhir ini bisa digunakan untuk gangguan rematik dan frostbite (jari nyeri karena kedinginan). Daunnya bisa digiling untuk dibalurkan di daerah yang sakit guna mengatasi sakit perut dan bisul.

Berikut empat resep yang ditawarkan Dr Setiawan:
1. Rematik
Bahan: 15 cabai rawit, 1/2 sendok teh kapur sirih, 1 jeruk nipis
Pemakaian: Cabai rawit digiling hingga halus, jeruk nipis dibelah dua, ambil airnya. Campur gilingan cabai, kapur sirih, dan perasan jeruk nipis, aduk hingga rata. Balurkan ramuan tersebut pada bagian tubuh yang sakit. Lakukan hingga penyakit sembuh.

2. Sakit perut
Bahan: 15 gr daun muda cabai rawit, 1/2 sendok teh kapur sirih
Pemakaian: Cuci bersih daun cabai, giling hingga halus. Tambahkan kapur sirih, aduk hingga rata. Balurkan ramuan pada bagian perut yang sakit. Lakukan pengobatan 1-2 kali saja.

3. Kaki dan tangan lemas (lumpuh)
Bahan: 2 bonggol akar cabai rawit, 15 pasang cakar ayam, 60 gr kacang tanah, 6 butir hungcao
Pemakaian: Bersihkan semua bahan, lalu potong-potong seperlunya. Tambahkan air dan arak sama banyaknya hingga bahan-bahan terendam kira-kira 1 cm di atasnya. Ramuan tersebut dimasak dengan cara ditim. Setelah dingin, saring airnya, minum sehari dua kali, masing-masing setengah dari ramuan tersebut.

4. Frostbite
Bahan: 5 cabai rawit segar
Pemakaian: Buang biji cabai rawit, giling hingga halus. Balurkan ke bagian yang sakit.


Sumber

Kompas.com