Rabu, 21 Oktober 2009

Kisah Teladan


"Mungkin sobat  pernah mendengar atau membaca artikel ini? saya sengaja menyuguhkan kembali, karena banyak sekali pesan - pesan baik di dalam cerita ini, dan bagiyang belum pernah membaca selamat membaca dan renungi pesan - pesan baik yang ada pada cerita ini"
Alkisah Seorang bapak tua pada suatu hari hendak bepergian naik bus kota, Saat menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Sayang, pintu bus tertutup dan bus segera berlari cepat. Bus ini hanya akan berhenti di halte berikutnya yang jaraknya cukup jauh sehingga ia tak dapat memungut sepatu yang terlepas tadi. Melihat kenyataan itu, si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya ke luar jendela.

Seorang pemuda yang duduk dalam bus tercengang, dan bertanya pada si bapak tua,
"Mengapa bapak melemparkan sepatu bapak yang sebelah juga?" Bapak tua itu menjawab dengan tenang, "Supaya siapa pun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya."

Bapak tua dalam cerita di atas adalah contoh orang yang bebas dan merdeka. Ia telah berhasil melepaskan keterikatannya pada benda. Ia berbeda dengan kebanyakan orang yang mempertahankan sesuatu semata- mata karena ingin memilikinya, atau karena tidak ingin orang lain memilikinya.

Sikap mempertahankan sesuatu termasuk mempertahankan apa yang sudah tak bermanfaat lagi adalah akar dari ketamakan. Penyebab tamak adalah kecintaan yang berlebihan pada harta benda. Kecintaan ini melahirkan keterikatan. Kalau sobat sudah terikat dengan sesuatu, sobat akan mengidentifikasikan diri sobat dengan sesuatu itu. Sobat bahkan dapat menyamakan kebahagiaan sobat dengan memiliki benda tersebut. Kalau demikian, Sobat pasti sulit memberikan apapun yang sobat miliki karena hal itu bisa berarti kehilangan sebagian kebahagiaan Sobat.

Kalau kita pikirkan lebih dalam lagi ketamakan sebenarnya berasal dari pikiran dan paradigma kita yang salah terhadap harta benda. Kita sering menganggap harta kita sebagai milik kita. Pikiran ini salah. Harta kita bukanlah milik kita. Ia hanyalah titipan dan amanah yang suatu ketika harus dipertanggungjawabkan.

Pertanggungjawaban kita adalah sejauh mana kita bisa menjaga dan memanfaatkannya. Peran kita dalam hidup ini hanyalah menjadi media dan perantara. Semuanya adalah milik Allah Swt dan suatu ketika akan kembali kepadaNya.

Allah Swt telah menitipkan banyak hal kepada kita: harta benda, kekayaan, pasangan hidup, anak-anak, dan sebagainya. Tugas kita adalah menjaga amanah ini dengan baik, termasuk meneruskan pada siapa saja yang membutuhkannya.

Paradigma yang terakhir ini akan membuat kita menyikapi masalah secara berbeda.
Kalau biasanya sobat merasa terganggu begitu ada orang yang membutuhkan bantuan, sekarang sobat justru merasa bersyukur. Kenapa? Karena sobat melihat hal itu sebagai kesempatan untuk menjadi "perpanjangan tangan" Allah Swt. Sobat tak merasa terganggu karena tahu bahwa tugas sobat hanyalah meneruskan "titipan" Allah Swt untuk membantu orang yang sedang kesulitan.

Cara berpikir seperti ini akan melahirkan hidup yang berkelimpahruahan dan penuh anugerah bagi kita dan lingkungan sekitar. Hidup seperti ini adalah hidup yang senantiasa bertambah dan tak pernah berkurang. Semua orang akan merasa menang, tak ada yang akan kalah. Alam semesta sebenarnya bekerja dengan konsep ini, semua unsur-unsurnya bersinergi, menghasilkan kemenangan bagi semua pihak.

Tapi, bukankah dalam proses memberi dan menerima ada pihak yang akan bertambah sementara pihak yang lain menjadi berkurang? Kalau sobat berpendapat demikian berarti sobat sudah teracuni konsep Zero Sum Game yang mengatakan kalau ada yang bertambah pasti ada yang berkurang, kalau ada yang untung pasti ada yang rugi, kalau ada yang menang pasti ada yang kalah. Padahal esensi hidup yang sebenarnya adalah menang-menang. Kalau kita memberi kepada orang lain, milik kita sendiri pun akan bertambah.

Bagaimana menjelaskan fenomena ini? Ambilah contoh kasus bapak tua tadi. Kalau ia tetap menahan sepatunya maka tak ada pihak yang dapat memanfaatkan sepatu tersebut. Kondisi ini adalah kalah-kalah (loose - loose). Sebaliknya dengan melemparkannya, sepatu ini akan bermanfaat bagi orang lain. Lalu apakah si bapak tua benar-benar kehilangan? Tidak. Ia memperoleh kenikmatan batin karena dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Betul, secara fisik ia kehilangan tetapi ia mendapatkan gantinya secara spiritual.

Perasaan inilah yang selalu akan sobat dapatkan ketika membantu orang lain: menolong
teman yang kesulitan, memberikan uang pada pengemis di jalan, dan sebagainya. Kita kehilangan secara fisik tapi kita mendapatkan ganti yang jauh lebih besar secara spiritual.

Sebagai penutup, ijinkanlah saya menuliskan seuntai puisi dari
seorang bijak:


"Engkau tidak pernah memiliki sesuatu


Engkau hanya memegangnya sebentar


Kalau engkau tak dapat melepaskannya, engkau akan


terbelenggu olehnya.


Apa saja hartamu, harta itu harus kau pegang dengan


tanganmu seperti engkau menggenggam air.


Genggamlah erat-erat dan harta itu lepas. Akuilah itu sebagai milikmu




dan engkau mencemarkannya.


Lepaskanlah, dan semua itu menjadi milikmu selama-lamanya".



Sumber: Sepatu Si Bapak Tua oleh Arvan Pradiansyah, pengamat kepemimpinan dan SDM, penulis buku You Are A Leader!

9 komentar:

  1. yang penting kita itu tau apa yang harus dilakukan... btw bapak2 tadi aneh masak septunya dilempar satu aja... ga smuanya skalian?

    BalasHapus
  2. Di jaman yang serba modern, jaman yang serba canggih, rasa harga diri martabat dan gengsi sudah di langit untuk jaman sekarang.
    memikirkan orang lain di atas kepentingan individu seakan sudah tak terpikirkan lagi kaarena sudah di kejar kebutuhan masing-masing yang sangat jelas.
    kebutuhan hidup sehari-hari yang kian sulit...
    hanya pendidikkan dasar dari kecil yang harus ditanamkan,
    pendidikkan dasar agama sangat perlu di tanamkan mulai dari dini untuk generasi penerus kita.
    fenomenanya saat ini sudah sangat jelas antara petinggi, pejabat, kalangan jet, selebrity di bandingkan dengan kalangan menengah ke bawah yang serba kesulitan.
    Jika kita sering melihat acara TV MINTA TOLONG, hampir 100% yang mau menolong adalah kalangan tidak mampu yang hanya menginginkan Ridho Illahi.
    Yang kaya, cakep, muda, ganteng, cantik...lari jika ada aktor/aktris yang memerankan mINTA TOLONG...
    (ada yang mau menolong jika melihat kamerawan...lucu kan?)
    maaf komentarnya kepanjangan...

    BalasHapus
  3. mantap bos tulisannya... cocok buat bahan renungan malam ini :)

    BalasHapus
  4. mantap kisahnya thanks for sharing

    BalasHapus
  5. hemm... bener2 baguz...
    mungkin klo ina yg jadi bapak2 tadi, ina akan men-Stop busnya ajah,...
    truz turun ngambil spatunya,... hihihi...

    bagus bgt kisahnya... nice post kag :D

    BalasHapus
  6. semakin membukakan mata kita untuk bisa ikhlas menghadapi apapun yg terjadi di dunia ini. nice post sob,...

    BalasHapus
  7. artikel yg bagus. membuat kita berusaha untuk dapat berpikir besar. Sukran. Jazakallah khoiron akhi...

    BalasHapus
  8. Thanks..bgt sob untuk artikel ini...mantap euyyy...bisa menyadarkan kita..

    BalasHapus
  9. Anonim8:13 PM

    assalamualaikum,kawan2 happy2 aj nih di mari...?? alhamdulillah klo semuanya happy2 aj,....salam knl dech bwt semuanya ...^_^

    BalasHapus

Utk memudahkan Komentar para sobat, sy hilangkan anti Spam, maka dr itu berikan Koment yang baik, apabila tidak lebih baik diam..dan utk komentar pembangunan, saya terima...