Kamis, 04 Maret 2010

Mengenal Seluk Beluk Bid'ah "Pengertian Bid'ah" 1

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Azza wa jalla, yang senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap Istiqomah menjalakan perintah-Nya, pada postingan Larangan Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak sekali yang berkomentar bahwa ini adalah Bid'ah Hassanah, dan adapula sobat yang belum paham makna atau arti bid'ah, bahkan perkara yang sebenarnya bukan bid’ah kadang dinyatakan bid’ah atau sebaliknya. Tulisan ini -insya Allah- akan sedikit membahas permasalahan bid’ah dengan tujuan agar kaum muslimin bisa lebih mengenalnya sehingga dapat mengetahui hakikat sebenarnya. Sekaligus pula tulisan ini akan sedikit menjawab berbagai kerancuan tentang bid’ah yang timbul beberapa saat yang lalu di blog ini. kali ini kita akan bahas sejelas-jelasnya mengenai ;

Pengertian Bid'ah meliputi ;
1. Definisi Secara Bahasa
2. Definisi Secara Istilah
3. KERANCUAN: BID’AH ADA YANG TERPUJI ? ( Bid'ah Hassanah )
4. SANGGAHAN TERHADAP KERANCUAN:
5. HUKUM BID’AH DALAM ISLAM

Alasan-alasan mengenai Bid'ah yang mereka lakukan ;

1. Mobil, HP dan Komputer termasuk Bid’ah?
2. Para Sahabat Pernah Melakukan Bid’ah dengan Mengumpulkan Al Qur’an
3. Ada yang berkata "Yang Penting Kan Niatnya!"
4. Ini Kan Sudah Jadi Tradisi di Tempat Kami…
5. Semua Umat Islam Indonesia bahkan para Kyai dan Ustadz Melakukan Hal Ini
6. Baca Al Qur’an kok dilarang?!

Dampak Buruk akibat mengerjakan Bid'ah

1. Amalan bid'ah tertolak
2. Pelaku bid'ah terhalangi untuk bertaubat selama dia terus menerus dalam bid'ahnya. Oleh karena itu, ditakutkan dia akan mengalami su'ul khotimah
3. Pelaku bid'ah tidak akan minum dari telaga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak akan mendapatkan syafa'at beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
4. Pelaku bid'ah akan mendapatkan dosa jika amalan bid'ahnya diikuti orang lain

AGAMA ISLAM TELAH SEMPURNA

Saudaraku, perlu kita ketahui bersama bahwa berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, agama Islam ini telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau pengurangan dari ajaran Islam yang telah ada.

Marilah kita renungkan hal ini pada firman Allah Ta’ala,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Ma’idah [5] : 3)

Seorang ahli tafsir terkemuka –Ibnu Katsir rahimahullah- berkata tentang ayat ini, “Inilah nikmat Allah ‘azza wa jalla yang tebesar bagi umat ini di mana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka pun tidak lagi membutuhkan agama lain selain agama ini, juga tidak membutuhkan nabi lain selain nabi mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada kalangan jin dan manusia. Maka perkara yang halal adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan dan perkara yang haram adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam haramkan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ma’idah ayat 3)

SYARAT DITERIMANYA AMAL

Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, seseorang yang hendak beramal hendaklah mengetahui bahwa amalannya bisa diterima oleh Allah jika memenuhi dua syarat diterimanya amal. Kedua syarat ini telah disebutkan sekaligus dalam sebuah ayat,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan sesuatu pun.” (QS. Al Kahfi [18] : 110)

Ibnu Katsir mengatakan mengenai ayat ini, “Inilah dua rukun diterimanya amal yaitu [1] ikhlas kepada Allah dan [2] mencocoki ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits innamal a’malu bin niyat [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.”  (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77, Darul Hadits Al Qohiroh)

Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Secara tekstual (mantuq), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang tidak ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tertolak. Secara inplisit (mafhum), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tidak tertolak. …Jika suatu amalan keluar dari koriodor syari’at, maka amalan tersebut tertolak.

Dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘yang bukan ajaran kami’ mengisyaratkan bahwa setiap amal yang dilakukan hendaknya berada dalam koridor syari’at. Oleh karena itu, syari’atlah yang nantinya menjadi hakim bagi setiap amalan apakah amalan tersebut diperintahkan atau dilarang. Jadi, apabila seseorang melakukan suatu amalan yang masih berada dalam koridor syari’at dan mencocokinya, amalan tersebutlah yang diterima. Sebaliknya, apabila seseorang melakukan suatu amalan keluar dari ketentuan syari’at, maka amalan tersebut tertolak. (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77-78)

Jadi, ingatlah wahai saudaraku. Sebuah amalan dapat diterima jika memenuhi dua syarat ini yaitu harus ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika salah satu dari dua syarat ini tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.



6 komentar:

  1. Anonim11:12 PM

    tulisan anda cm bisa di mengerti oleh anda sendiri...?

    1. Mobil, HP dan Komputer termasuk Bid’ah?
    2. Para Sahabat Pernah Melakukan Bid’ah dengan Mengumpulkan Al Qur’an
    3. Ada yang berkata "Yang Penting Kan Niatnya!"
    4. Ini Kan Sudah Jadi Tradisi di Tempat Kami…
    5. Semua Umat Islam Indonesia bahkan para Kyai dan Ustadz Melakukan Hal Ini
    6. Baca Al Qur’an kok dilarang?!

    penjabaran dari pertanyaan itu mana?...

    mana bid`ah hasnah mana bid`ah yg jelek...bid`ah hasanah boleh di lakukan

    BalasHapus
  2. #Anonim... sdh tidak sabar ya ingin memabacanya.. :) Sabar ya saya sengaja mempostingnya dengan 6kali postingan karena apabila langsung saya posting, apakah anda mau baca dengan keseluruhan?? makanya saya tulis MUKADIMAH dulu... nanti point2 diatas akan dijabarkan secara mendetail dan mendalam, agar umat Muslim paham apakah itu Bid'ah, saya sudah buat semua point2 diatas, hanya saya jadwalkan agar tidak berdekatan dan selalu uptodate postingannya.... begitu bung "TANPA IDENTITAS" sabar dan baca perlahan2 agar dimengerti dan tidak menimbulkan fitnah...

    BalasHapus
  3. asalamualikum, wah ini sangat bermanfaat sekali sobat, memberi pencerahan dan keyakinan yang pantas untuk dilaksanakan..
    salam knal sob,
    sukses slalu!

    BalasHapus
  4. #Bunglon Blog... Wa'alaikum salam... terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak... Alhamdulillah klo bisa memberikan pencerahan

    BalasHapus
  5. Anonim9:25 AM

    Akh, ijin copy dong....

    BalasHapus

Utk memudahkan Komentar para sobat, sy hilangkan anti Spam, maka dr itu berikan Koment yang baik, apabila tidak lebih baik diam..dan utk komentar pembangunan, saya terima...